Suatu kali, ada tiga orang jama’ah yang bertanya kepada seorang ustadz dalam sesi tanya jawab di sebuah pengajian: Jama’ah 1 : “Pak Ustadz, bagaimana caranya agar saya bisa mendapatkan hidup yang tenang dan tentram?” Jama’ah 2 : “Pak Ustadz, bagaimana caranya agar sholat saya bisa lebih khusyu dan bisa beribadah dengan lebih baik?”Jama’ah 3 : “Pak Ustadz, amalan apa yang harus saya lakukan agar anak-anak saya menjadi anak yang sholeh/ah?”

Pak ustadz memberi satu jawaban yang sama untuk ketiga pertanyaan tersebut: “Perhatikan dan perbaiki apa yang kalian makan!” Pak ustadz melanjutkan:

  1. “Bagaimana mungkin hidup akan tenang dan tentram jika kita masih memakan yang syubhat atau bahkan yang haram?” 
  2. “Bagaimana mungkin akan khusyu sholat dan akan lebih baik ibadah jika masih memakan yang syubhat atau bahkan yang haram?” 
  3. “Bagaimana mungkin akan memiliki anak-anak yang sholeh/ah jika dinafkahi dengan harta yang asalnya syubhat atau bahkan yang haram?” “Perbaiki makan kita, perbaiki asal harta kita‎ Jika baik asal harta, maka akan baik pula hidup‎ Barakah harta, maka barakah pula dunia dan akhirat” Kata pak ustadz mengakhiri pengajiannya.
  4. Banyak orang beranggapan bahwa kualitas ibadah hanya ditentukan oleh syarat, rukun, dan kekhusyu’-an dalam pelaksanaannya

Misalnya, sholat yang berkualitas adalah yang didahului oleh wudhu yang benar, suci pakaian dan tempatnya, serta khusyu dalam melakukan setiap rukunnyaS. a’ad bin Abi Waqash ra, pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang rahasia agar ibadah dan doa-doanya cepat dikabulkan Rasulullah SAW tidak mengajari Sa’ad tentang syarat, rukun, ataupun kekhusyu’-an Rasulullah SAW mengatakan: “Perbaikilah apa yang kamu makan, hai Sa’ad” (HR Thabrani) Ada sindiran yang hendak disampaikan Rasulullah SAW lewat hadits ini, yaitu bahwa kebanyakan orang cenderung memperhatikan “kulit luar” tapi lupa akan hal-hal yang lebih penting dan fundamental.Setiap Muslim pasti mengetahui bahwa sholat atau haji harus dilakukan dengan pakaian yang suci Pakaian yang kotor akan menyebabkan ibadah tersebut tidak sah atau ditolak.Namun, betapa banyak di antara kaum Muslim yang lupa dan lalai bahwa makanan yang diperoleh dari cara-cara yang kotor juga akan berakhir dengan ditolaknya ibadah dan munajat kita. Rasulullah SAW telah mengingatkan: “Demi Dzat Yang menguasai diriku, jika seseorang memakan harta yang haram, maka tidak akan diterima amal ibadahnya selama 40 hari” (HR Thabrani).Dalam hadist lain, Rasulullah SAW bersabda:“Barangsiapa yang di dalam tubuhnya terdapat bagian yang tumbuh dari harta yang tidak halal, maka nerakalah tempat yang layak baginya” Di sini terlihat jelas hubungan antara kualitas ibadah dan sumber penghasilan Bahkan, karena ingin memastikan bahwa semua yang dimakan berasal dari sumber yang halal, para Nabi dan Rasul menekuni suatu pekerjaan secara langsung untuk menghidupi diri dan keluarga mereka. Nabi Daud as adalah seorang penempa besi dan penjahit, Nabi Zakaria as seorang tukang kayu, Rasulullah SAW adalah seorang pedagang, dan seterusnya. Demikian pula dengan para sahabat, mayoritas kaum Muhajirin berkerja sebagai pedagang, sementara kaum Ansar mengendalikan hidupnya dari pertanian.Selain itu, ketika seseorang bergelimang dengan harta yang haram, dan dia menafkahi keluarganya dengan harta tersebut, sebenarnya ia tidak hanya menodai ibadahnya sendiri, tapi juga menodai ibadah dan masa depan anak-isterinya.Seperti komentar Syeikh ‘Athiyah dalam Syarh al-Arbain an-Nawawiyah: “Orang tua seperti itu secara sengaja membuat ibadah dan doa anak-anaknya tertolak Sebab, ia menjadikan tubuh mereka tumbuh dari harta yang haram”.Banyak cara menjemput rezeki yang halal Oleh karena itu, lupakan rezeki yang haram Buat apa yang haram? Yang halal saja banyak jika kita mau berusaha.Orang yang berkata, “Yang haram saja susah, apalagi yang halal”, adalah orang yang sudah putus asa dari rahmat Allah Sesungguhnya, rezeki Allah tidak akan habis meskipun semua manusia kaya raya dengan cara halal. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita untuk menjauhi harta yang haram

اَللَّهُمَّ اكْفِنَِا بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنَِا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

(AllaaHummakfinaa bi halaalika ‘an haroomika, wa aghninaa bi fadhlika ‘amman siwaak).”Ya Allah, cukupilah kami dengan rezeki-Mu yang halal (agar kami terhindar) dari yang haram, dan kayakanlah kami dengan karunia-Mu (agar kami tidak meminta) kepada selain-Mu” (HR at-Tirmidzi)

Dikutip langsung dari akun FB Ustadz Azharul Fuad Mahfudh

Leave a Comment