Menahan amarah bukanlah sesuatu yang mudah, membutuhkan perjuangan yang hebat dan kekuatan bathin prima untuk melawannya. Apalagi bagi mereka yang mempunyai kemampuan dan kekuasaan untuk melampiaskannya.Disinilah sebenarnya nilai kearifan seseorang, apakah dia ksatria atau tidak. Karena seorang ksatria itu harus mampu mengendalikan nafsunya, termasuk nafsu amarahnya.Rasulullah SAW mengungkapkan hal ini dalam sebuah hadits:”Seorang pemberani itu bukan yang cepat meluapkan amarahnya, tetapi ia yang dapat menguasai dirinya di saat marah” (HR. Bukhari dan Muslim).Hal ini ditunjukkan beliau semasa beliau masih hidup. Banyak sekali kisah beliau yang dengan sangat indahnya beliau menyelesaikan masalah dengan lemah lembut walaupun hal tersebut memancing kemarahan beliau atau bahkan pada suatu penghinaan.Padahal, kalau beliau mau membalasnya dengan amarah akan sangat mudah sekali. Saat itu beliau adalah seorang pemimpin yang berkuasa. Tetapi hal itu tidak beliau lakukan.Kita ingat kisah seorang Yahudi yang mencoba memancing kemarahan Rasullullah dengan berkata: “Assammu ’alaikum (Kecelakaan bagimu)” sebagai pengganti salam. Istri beliau ‘Aisyah, saat membalasnya dengan kata yang sama, ditegur oleh beliau.Kisah lain, saat seseorang yang menodongkan pedang kepada Rasulullah SAW yang akhirnya ketika pedang itu berpindah tangan, beliau menyelesaikan perkara itu dengan memaafkan.Masih banyak lagi keteladanan beliau yang menggambarkan bagaimana stabilnya batin beliau khususnya dalam bersabar dan menahan amarah.Dalam suatu hadits Rasulullah SAW bersabda:”Ada tiga hal yang jika dimiliki seseorang maka ia mendapatkan pemeliharaan dari Allah, akan dilimpahkan rahmat-Nya, dan Allah akan senantiasa memasukkannya dalam lingkunagn hamba yang mendapat cinta-Nya yaitu:
- Seseorang yang selalu bersyukur ketika diberi nikmat,
- Seseorang yang sebenarnya mampu dan mempunyai kekuasaan untuk meluapkan amarahnya tetapi sebaliknya malah memberi ma’af atas kesalahan orang itu,
- Seseorang yang apabila sedang marah dia dapat menghentikannya” (HR. Al-Hakim).Alangkah lebih mulia lagi jika seseorang yang dapat menahan amarahnya dan selalu tenang dalam menghadapi sesuatu yang menimpanya itu bahkan memaafkan orang yang berbuat dzalim sekalipun.
Allah SWT menggolongkan mereka kepada orang yang bertaqwa dan mensejajarkan mereka dengan orang-orang yang gemar berinfaq dan mereka-mereka itulah orang-orang yang disukai Allah SWT. (QS. 3:134).Rasulullah SAW pernah menegur para sahabat yang ingin memukul seorang Badui yang kencing di dalam mesjid, dan menyuruh sahabat menyiram kencing itu dengan air, lalu beliau bersabda:”Sesungguhnya kamu diutus untuk meringankan, bukan untuk menyusahkan”
(HR. Bukhari dan Muslim)Suatu kali ada seorang berkata kepada Nabi SAW, “Ya Rasulullah, berilah saya nasehat.”Beliau bersabda, “Jangan kamu marah.”Orang itu terus mengulang-ulang permintaannya dan beliau tetap menjawab, “Jangan kamu marah.” (HR. Bukhari).Imam Nawawi berkata:”Makna jangan marah yaitu janganlah kamu tumpahkan kemarahanmu. Larangan ini bukan tertuju kepada rasa marah itu sendiri. Karena pada hakikatnya marah adalah tabi’at manusia, yang tidak mungkin bisa dihilangkan dari perasaan manusia.”Rasulullah memberi Tips untuk menahan amarah:“Apabila salah seorang dari kalian marah dalam kondisi berdiri maka hendaknya dia duduk. Kalau marahnya belum juga hilang maka hendaknya dia berbaring. Kalau belum hilang juga, maka berwudhulah, karena marah itu dari setan, setan tercipta dari api, dan api padam dengan air.” (HR. Ahmad) Apalagi marah kepada orang yang menghina kita. Padahal sesungguhnya, hinaan itu sebenarnya tidak membahayakan, hanya tidak enak dirasakan.Semoga Allah SWT memberikan kekuatan lahir batin kepada kita untuk selalu dapat mengendalikan nafsu amarah, dan menggantikannya dengan sabar, tenang dan berlemah lembut.
Dikutip langsung dari akun FB Ustadz Azharul Fuad Mahfudh