“Aku pake tanktop kek, pake celana pendek kek, suka-suka aku dong… Hak asasi!”.”Aku ngga pake jilbab … mau-mau gue dong, ngapain lo ikut campur? Aku orang bebas!”.”Aku godain cewek kek, aku bebas… jangan ikut campur urusan gue lu!”.”Aku bebas, tak ada seorangpun yang bisa mengaturku, aku bebas.. bebas sebebas-bebasnya… hahaha… bapak gue aja nggak ngatur gue, ngapain elo belagu ngatur-ngatur gue, sok suci lo!”.”Gue mau sholat, mau nggak, terserah gue … gue orang bebas!”.Bla bla bla … bebas, bebas, dan bebas…

Memang, kebebasan adalah hak setiap orang

“Kebebasan” adalah tuntutan dan jargon yang kerap diteriakkan oleh generasi muda saat ini. Itu baru dalam tahap penampilan dan berperilaku sehari-hari, belum masuk pada ranah pemikiran yang makin tak terkendali. Memang, kebebasan adalah hak setiap orang, karena Allah menciptakan kita sebagai orang merdeka. Namun, apakah pernyataan di atas adalah bukti dari kebebasan? Kebebasan dalam arti sebenarnya? Kebebasan yang meninggalkan rasa nyaman dan tenang dalam hati kita?

Jika dalam hati orang yang meneriakkan “bebas mau ngapain apa aja”, tetapi saat sendiri ia merasakan keresahan dan kekosongan batin yang luar biasa, apakah itu dinamakan bebas?. Apakah dinamakan kebebasan saat berani melakukan semua itu ketika jauh dari pengawasan orang tua, jauh dari kampung halaman, namun saat kembali ke rumah orang tua bersikap sangat diam, berpakaian sopan dan tak ada keberanian melakukan hal itu saat jauh dari orang tua?. Apakah dinamakan kebebasan ketika mendadak begitu ketakutan saat kepergok kelakuannya oleh orang yang dikenalnya. Apakah wanita yang merasa tidak bisa membuktikan kewanitaannya kecuali dengan memamerkan keindahan tubuhnya untuk dilihat setiap mata lelaki, itu wanita yang merdeka?. Apakah orang yang ditantang temannya untuk ngedrug, lalu saat menolak diolok banci oleh temannya kemudian akhirnya ngedrug hanya menghindari olokan, itu lelaki yang merdeka?

Kebebasan hakiki adalah saat kita tidak mengalami rasa ketakutan

Kebebasan hakiki adalah saat kita tidak mengalami rasa ketakutan melakukan apapun di mana saja dan kapan saja. Dia adalah saat tidak terjadi perang batin yang bergejolak dalam diri kita antara nafsu dan nurani. Dia adalah saat tak ada rasa hampa dalam batin, tak ada perasaan bersalah, tak ada rasa dosa, tak ada rasa sesal karena merasa mengkhianati moral usai melakukan apapun. Dia adalah saat kita mengalami ketenangan luar biasa karena selalu ingat Allah di manapun dan dalam keadaan apapun.
Maka, syariat adalah sama sekali bukan belenggu kebebasan, tanamkan itu dibenak kita dalam-dalam, syariat adalah penjamin kebebasan dari segala jenis belenggu nafsu.

Bohong, jika kita mengaku bebas, tapi dalam hati kecil kita ada rasa bersalah. Bohong, jika kita mengaku bebas, tapi setiap usai melakukan sesuatu hati kita tidak tenang, hampa.‎ Bohong, jika kita mengaku bebas, tapi selalu ada perasaan menyesal saat menyendiri.‎ Bohong, jika kita mengaku bebas, tapi selalu terbayang ketakutan dimarahi orang tua atau dicemooh orang sekampung jika kepergok tindakan bodoh kita.‎‎ Bohong, jika kita mengaku bebas, tetapi hati kita membisikkan bahwa kita adalah orang yang terpinggirkan dan tak diperhatikan.‎ Bohong, jika kita mengaku bebas, tetapi merasa kesepian saat ditinggalkan oleh teman-teman yang kebetulan melakukan ketidakberesan yang sama.‎ Bohong besar, jika kita mengaku bebas, tetapi ternyata mengalami ketergantungan.

Kaidah kehidupan :

Seorang budak akan merasakan kemerdekaan jika dia menerima keadaan “dirinya, dan seseorang yang merdeka hakikatnya budak jika selalu terjerat dan takluk oleh keinginan-keinginan nafsunya.”Selalu menuruti keinginan nafsu, melayani keinginan syahwat, rakus, pada hakikatnya adalah bentuk dari perbudakan dan sama sekali bukan kebebasan. Dan untuk lebih merenungi hal ini, coba pikirkan apa kebiasaan buruk yang selalu kita lakukan selama bertahun-tahun dan setelah itu kita bisa menghentikannya, bagaimana perasaan kita setelah berhasil menghentikan kebiasaan buruk itu? Bukankah perasaan lega dan bebas? Maka kebiasaan buruk yang ditumpangi nafsu sebenarnya adalah belenggu dan penjara bagi manusia dari kebebasannya.

Yang menakjubkan, setiap kebebasan kita dari belenggu nafsu semakin bertambah. Maka semakin bertambah juga rasa kedekatan dan ibadah kita pada Allah. Sebaliknya saat kita masih tercebur dalam kebiasaan buruk. Nurani kita selalu berbisik lirih bahwa kita jauh dari Allah. Pertanyaannya sekarang, bagaimana cara kita membebaskan diri dari segala kebiasaan buruk, apapun kebiasaan itu.

Pertanyaan berlatar belakang psikologis ini panjang jawabannya, tapi setidaknya ada beberapa point yang perlu diperhatikan.

1. Kemauan/niat yang kuat untuk berhenti dari kebiasaan buruk itu. 2. Mengubah rutinitas sehari-hari, semisal membuat kegiatan baru, entah itu berlibur ke rumah famili, mengubah jadwal harian, dan lain-lain. 3. Menghindari lingkungan dan teman yang selama ini menjadi pendorong utama kebiasaan buruk kita, sebab tabiat teman itu menular. Sebagian besar perubahan negatif yang dialami remaja baik-baik adalah karena salah pergaulan. 4. Baca buku-buku motivasi dan pengembangan diri yang membantu untuk mengubah kebiasaan buruk itu.

5. Minggu-minggu awal memang berat, namun jika telah melewati minggu ketiga dan keempat, Insya Allah kebiasaan buruk itu berubah. Sebuah roket membutuhkan daya dorong yang kuat untuk keluar dari gaya gravitasi bumi, begitu pula jiwa saat ingin melepaskan diri dari kebiasaan buruk yang mengekang kebebasan itu. 6. Doa, memohon kepada Allah dengan sepenuh hati agar membantu kita untuk melepaskan diri dari semua kebiasaan buruk itu. Semoga di Ramadhan ini kita bisa merubah perilaku dan kebiasaan buruk kita menjadi baik, dan kita bisa menikmati kehidupan yang indah ini dengan penuh kebebasan, tentunya kebebasan yang hakiki.. Aamiin.

Dikutip langsung dari akun fb Ustadz Azharul Fuad Mahfudh

Leave a Comment