Jaringan Ulama Perempuan Indonesia

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdiri berkat rahmat Allah Swt adalah hasil perjuangan segenap elemen bangsa. Karena itu, menjaga keutuhan dan mencegah perpecahan agar bisa mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara adalah amanah ilahiyah dan mandat kebangsaan. Pilihan Indonesia sebagai negara bangsa yang demokratis telah memberikan kebebasan berpendapat dan berekspresi yang didukung oleh teknologi komunikasi yang canggih. Sayangnya, kebebasan ini telah disalahgunakan banyak pihak untuk memproduksi dan menyebarluaskan hoax, ujaran kebencian, pembunuhan karakter, persekusi perempuan,

instrumentalisasi perempuan

instrumentalisasi perempuan, hingga penyerangan fisik kepada ulama dan tokoh-tokoh agama, kelompok minoritas, dan perusakan tempat-tempat ibadah. Kebebasan ini juga telah disalahgunakan untuk politisasi agama demi meraih tujuan sesaat bahkan untuk sesuatu yang bertentangan dengan kedamaian, persaudaraan, perlindungan kaum dhuafa dan mustadh’afin, penyebaran rahmat bagi seluruh manusia dan alam semesta yang menjadi tujuan luhur agama. Tindakan-tindakan ini secara nyata telah menjadi ancaman serius bagi persatuan Indonesia, demokrasi, nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, dan menjadi hambatan serius dalam mewujudkan cita-cita luhur agama dan Negara yangberketuhanan Yang Maha Esa.

Untuk itu, kami Jaringan Ulama Perempuan Indonesia, yang telah menyelenggarakan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) yang pertama, pada 25-27 April 2017 di Pondok Pesantren Kebon Jambu al-Islamy Cirebon, menyerukan kepada:

Menyerukan kepada

  1. Para kontestan Pilkada, Pileg dan Pilpres, tim sukses, para pendukung dan simpatisan agar menempatkan persaudaraan dan persatuan bangsa di atas kepentingan politik pragmatis dan tidak menyalahgunakan agama bagi tujuan primordial dan sesaat.
  2. Pemerintah dan aparat penegak hukum agar melakukan penegakan aturan dan hukum yang tegas, adil dan transparan kepada siapapun yang melakukan tindakan kejahatan dan segala upaya pemecah belah persatuan bangsa. Aparat juga diharapkan meningkatkan efektifitas pencegahan keamanan bersama komponen masyarakat dengan memastikan efektifitas sistem pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli yg diindikasikan “rawan tindakan kekerasan”.
  3. Para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan organisasi masyarakat agar mengutamakan pendidikan publik untuk memperkuat persaudaraan dan persatuan bangsa di atas kepentingan kelompok, serta bergandeng tangan untuk menjaga rumah ibadah dari upaya pecah-belah persatuan bangsa.
  4. Seluruh umat beragama dan anak bangsa Indonesia agar merawat tradisi dan kearifan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia dan terbukti menjadi perekat persaudaraan dan pengikat harmoni sosial di akar rumput masyarakat Indonesia, misalnya tradisi silaturrahim yang terlembaga dalam berbagai ruang perjumpaan kultural seperti kumpulan RT/RW, majlis taklim, arisan keluarga, perkumpulan alumni, komunitas hobby, tradisi pulang kampung dan saling kunjung di hari raya, dan acara-acara keagamaan dan upacara adat yang mendukung kohesi sosial bangsa Indonesia.
  5. Seluruh komponen bangsa, tertuama tokoh masyarakat dan gerakan civil society agar lebih intensif membangun ruang-ruang perjumpaan antar-organisasi, perkumpulan dan komunitas lintas latar belakang melalui organisasi payung, federasi, kaukus, aliansi dan lain-lain agar selain menjadi forum yang mengusung cita-cita dan kepentingan bersama sebagaimana sudah menjadi tradisi yang mapan selama ini, juga diharapkan menjadi forum tabayyun (klarifikasi) dan Islah (rekonsiliasi) jika Ruang perjumpaan ini telah menjadi ciri khas negeri tercinta ini, dan perlu ditradisikan terus menerus dan secara sadar oleh semua elemen bangsa.

Demikian seruan moral ini disampaikan kepada semua warga bangsa dan umat beragama. Semoga Allah Swt, Tuhan Yang Mahakuasa memberikan petunjuk dan pertolonganNya untuk Indonesia yang bersatu, bersaudara, berdaulat, adil dan makmur.

Amin.

Masjid Istiqlal Jakarta, 1 Maret 2018

Jaringan Ulama Perempuan Indonesia