Ceramah Ustadz Abdul Somad Kisah Nabi Sebagai Pribadi Pema’af
Artikel dibawah ini ditulis dengan judul awal “Kisah Nabi Yang Inspiratif Jadi Sosok Yang Pemaaf Tak Mudah Membenci” Oleh Danur. K disebuah media online moslemlifestyle.com. Disadur sebagai contoh dan tauladan bagi ummat Islam khususnya dan ummat manusia pada umumnya. Kisah yang sama kononnya diceritakan kembali dalam ceramah Ustadz Abdul Somad.
Ingatkah kapan terakhir kali kita merasa marah dan benci kepada seseorang?. Atau justru saat ini kita sedang marah dan benci kepada seseorang?. Rasa tersebut seperti bersemayam di hati dan akan selalu menimbulkan emosi jika kita ingat kembali.
Sejatinya hilangkanlah hal tersebut agar tidak menjadi penyakit di hati, terlebih menjauhkan kita dari ridho Allah SWT. Berikut terdapat sebuah kisah nabi yang inspiratif yang mungkin akan bisa membantu. Jika belum pernah mengetahui, semoga bisa menjadi pelajaran dan jika sudah pernah mengetahui semoga bisa menjadi pengingat.
Rasulullah adalah orang yang sangat pemaaf
Rasulullah adalah orang yang sangat pemaaf, tidak mudah merasa terluka atau dendam walaupun diperlakukan dengan perbuatan yang sangat menyakitkan sekalipun. Tentu kita pernah mendengar beliau dicaci, dihina, disakiti tapi dengan mudahnya beliau melupakan itu semua.
Alkisah, bahwa setiap kali pulang dari masjid Rasulullah diludahi oleh seorang kafir. Di lorong yang biasa dilewati Nabi SAW untuk menuju Ka’bah, orang itu berdiri untuk menunggu Beliau. Di saat Nabi lewat, dia memanggil dan Beliau pun menengok, lalu meludahi wajah Rasulullah SAW. Namun tidak sedikit pun Beliau marah atau menghardiknya. Keesokan hari, Nabi kembali berjalan di tempat yang sama. Sama halnya dengan hari kemarin, Nabi pun kembali dipanggil dan diludahi.
Demikianlah kejadian tersebut berulang selama beberapa hari, hingga pada suatu hari Rasul tidak mendapati lagi orang yang meludahinya selama itu. Rasul pun bertanya-tanya dalam hati ke mana gerangan orang yang selalu meludahinya.
Nabi Menjenguk Orang Yang Meludahi Beliau
Setelah menanyakannya, tahulah Nabi bahwa orang tersebut jatuh sakit. Beliau pulang ke rumah untuk mengambil makanan yang ada dan tak lupa pula mampir ke pasar untuk membeli buah-buahan, berniat menjenguk Yahudi yang tengah sakit itu. Alangkah terkejutnya orang tersebut, menyaksikan sosok yang datang adalah orang yang selama itu disakiti dan diludahi wajahnya. Terlebih, Nabi merupakan orang pertama yang bergegas menjenguk. Keagungan akhlaq Sang Nabi telah meluluhkan hati orang tersebut. Ia pun memeluk Nabi dan menyatakan dirinya masuk Islam.
Allah SWT telah berfirman dalam Alquran yang artinya, “…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali Imran: 134)
Rasulullah memerintahkan orang yang sedang marah untuk melakukan berbagai hal yang dapat menahan dan meredakan amarahnya. Beliau juga memuji orang yang dapat mengendalikan diri ketika marah. Bukankah kita kerap kali merasa sakit hati, tersinggung, bahkan kecewa karena hal sepele? Memang hal seperti ini membuat kita mudah marah, menyimpan kebencian dan dendam pada orang ada di sekitar kita. Padahal, kalau dibiarkan perasaan seperti itu kemungkinan besar dapat mengganggu kesehatan jasmani, seperti stres, hipertensi, gangguan jantung, dan masih banyak lagi. Tentu sebagai manusia biasa terpicu emosi dan amarah adalah reaksi alamiah. Namun sebagai muslim, perlukah melakukan perbuatan yang justru akan membawa kerugian dan menjadi bumerang bagi diri sendiri? Semoga kisah nabi yang inspiratif tersebut bisa menjadi renungan bersama.
Dalam perjalanan hidup banyak hal yang bisa kita pelajari sebagai contoh untuk membangun masa depan. Ada yang baru dan cara lama tidak lagi berguna. tapi ada juga cara-cara lama yang mana, cara-cara baru belum ditemukan. Terimakasih telah menjadi bagian dari pembaca setia. Jagan pernah berhenti belajar. Jangan lupa berkunjung ke toko online cari-usatadz.org , untuk mendapatkan referensi terbaru dari penulis-penulis baru.