Visi Keagamaan Muslim Milenial

Visi Keagamaan Muslim Milenial

Kemana arah tumbuh Generasi Muslim Milenial?. Pertanyaan yang datang bersama berapa teman yang sedang berkumpul di dalam sebuah group alumni pesantren.  Dimana kalau dibilang. Para alumni belajar tentang ragam pendapat keagamaan yang lahir dari sumber-sumber intelektual muslim. Sumber-sumber yang dipilihkan dan bisa disebut sebagai bagian dari sumber yang tingkat ke kevalidannya. Berada dikelas premium. Dalam diskusi pendek tentang visi keagamaan ini, beberapa anggota group memulai tentang pentingnya keberpihakan politik, dan keberpihakan tersebut mesti wujud dalam pembelaan dan ketokohan yang tanpa kekurangan.

Dengan membangun persepsi ke pemimpinan yang valid maka, secara tidak langsung, tokoh idola adalah tokoh tanpa kekurangan. Wow, sebuah argumen yang membuat penulis cukup kaget dengan padangan ini. Padahal penulis baru bergabung dengan group ini tidak berapa lama, tapi persepsi tentang kepemimpinan yang terkesan memaksakan cara pandang tanpa paham autokritik menjadi sandaran yang mungkin menggangu bagi beberapa orang. Lalu jadi pertanyaan adalah, kemana metode dan metodologi yang selama 6 tahun dipelajari dipesantren dihadirkan. Karena dalam banyak studi kebukuan, dan nilai-nilai, konsep saling menghormati dan memandang keberagaman sebagai ciptaan Allah adalah sebuah doktrin yang hampir setiap hari diperdengarkan.

Waktunya Millenial Muda

Ok, setelah hampir 19 tahun tidak bertemu, dan mengalami gelombang hidup yang berbeda serta masalah yang beragam. Melebihi masa-masa selama berada dalam pesantren memungkinkan setiap orang berubah. Berubah ke arah yang mungkin mengingkan kepastian serta rasa dikontrol oleh sesuatu kekuatan yang lebih besar, sehingga merasa ada jaminan terhadap hidup dan masa depan yang tidak pasti.

Mendesak milinial diatara 40-45 untuk menentukan sandaran sosial untuk menjaga kepastian tersebut. Harapannya adalah dengan adanya sandaran tersebut jaminan akan ekonomi juga akan ada.  So, persepsi ini memang mendesak, karena kondisi ekonomi beberapa tahun belakang menurun, dan bagi orang-orang yang bertahan pada fase retail tradisional terdesak menjauh dari putaran ekonomi. Dan hampir 80 persen lulusan yang nyantri pada tahun 1990-2000 adalah generasi yang umumnya orang tua mereka berasal dari kelas menengah yang hidup dari ketimpangan ekonomi dan kebijakan zaman rezim tersebut.

Background inilah, yang menjadi dasar. Kenapa para milinial muda, mesti mengambil alih secepatnya. Posisi visi keagamaan, karena kalau dibiarkan, visi keagamaan milinial muda akan terkubur dan dilindas oleh dominasi milinila tua, yang haus akan kepastian.