Seseorang tak akan pernah sampai pada hakikat iman sampai dia meninggalkan kebiasaan berdebat meski dia benar. Pada dasarnya, keharusan kita adalah mempercayai sesuatu yang kita baca atau dengar jika itu benar. dan terlebih dahulu diam jika mendengar sesuatu yang salah. Menyimaknya baik-baik. Sebelum meluruskannya dengan diskusi yang santun. Inti dari poin ini adalah kita tidak meneruskan suatu perdebatan meski kita benar. Sebab debat, terlebih yang sengit, maka nafsulah yang bermain di dalamnya. Dan tanda terbesar dari itu adalah amarah yang menguasai serta usaha untuk menjatuhkan lawan bicara.

Sebab debat, terlebih yang sengit, maka nafsulah yang bermain

  1. Orang yang mempunyai pemikiran besar selalu menyibukkan diri dan menghabiskan waktu untuk membicarakan ide dan target.

  2. Sedang orang yang berpikiran sederhana biasa-biasa saja menghabiskan waktu membicarakan orang.

  3. Adapun orang yang berpikiran kecil menyibukkan dirinya dengan membicarakan hal yang remeh temeh.

 

 

Belajarlah untuk menerima keadaan yang sulit kita ubah, dan konsentrasikan diri terhadap sesuatu sehingga kita dapat memberikan pengaruh positif dalam hal itu. Misalnya membicarakan politik Amerika, itu tidak banyak manfaat bagi kita. Atau berdebat soal perkara-perkara furu’iyah dalam agama, itu juga tidak banyak manfaat bagi kita. Hanya semakin membuktikan betapa bodohnya kita, betapa tidak luasnya wawasan kita, seperti katak dalam tempurung atau bagai orang yang terlambat lahir. Dua hal yang banyak membuat kita menjadi lebih bijak dalam menyikapi hidup adalah banyak membaca, menjadikan jiwa kita berjiwa Iqro’ dan mengambil pelajaran kehidupan dari siapapun yang kita temui. Gunakan kesempatan berpikir untuk menentukan reaksi kita. Jadikan keputusan kita berdasarkan keluasan ilmu, bukan berdasarkan ego, emosi, terlebih nafsu. Bersama Ramadhan, semoga kita semua menjadi manusia yang memiliki pribadi yang tenang, bijak dan bersahaja.

Dikutip langsung dari akun fb Ustadz Azharul Fuad Mahfudh

 

Leave a Comment